Sabtu, 15 Oktober 2016

Connexin, Lem Umat Islam

Hari-hari ini adalah harinya grup whatsapp, begitu juga tulisan ini, idenya hinggap saat menyimak saut-sautan dalam sebuah grup whatsapp. Berbeda dengan grup-grup lainnya, grup yang satu ini seringkali “go deep” . Saya beri satu contoh yaitu polemik gubernur jakarta saat ini pak Basuki atau yang lebih diakrabi dengan nama Ahok. Saat polemik Ahok memuncak grup ini masuk dalam bahasan sinergi antar komponen dan orkestrasi respon yang adekuat, terukur, dan permanen.

Membicarakan sinergi antar komponen dalam tubuh umat islam dan upaya orkestrasi respon umat islam tentu bukan hal sederhana. Komunikasi, koordinasi, antar pemimpin, antar juru bicara, dan antara akar rumput secara vertikal dan horizontal adalah hal-hal krusial kalau mau bicara sinergi dan orkestrasi. Nah ! ketika memikirkan hal ini, saya teringat satu protein yang dulu pernah saya pelajari, namanya Connexin.
Long story short, connexin seperti yang dapat dibayangkan dari namanya “to connect” berperan dalam komunikasi antar sel jantung. Jantung bergerak secara ritmis, dengan koordinasi yang ciamik antar bagian-bagiannya sehingga mampu memompa darah keseluruh tubuh. Terkadang, karena sesuatu hal koordinasinya kacau, empunya jantung bisa megap-megap kebiruan, apalagi kalau ada salah satu bagian yang ngambek gara-gara tidak mendapat suplai makanan dan oksigen via pembuluh darah karena ada sumbatan.
Beberapa connexin membentuk connexon yang terletak pada dua sel otot jantung yang bersebelahan, dia menghubungkan sitoplasma kedua sel secara langsung, sehingga setiap perubahan kondisi ionik pada sitoplasma sel yang satu akan segera mempengaruhi kondisi ion-ion pada sitoplasma sel sebelahnya. Hal ini memungkinkan koordinasi seketika antar sel otot jantung. Jadi, ketika pandangan mata kepala saya angkat dan melihat pelbagai macam organ dan kelompok dalam tubuh umat islam, saya bertanya siapakah connexin dalam tubuh umat islam saat ini? siapakah yang memungkinkan koordinasi seketika antar komponen umat islam sehingga betul-betul ia bertindak bagai satu tubuh ?
Harus ada individu umat islam, yang tidak dapat berkelompok karena orbit edarnya berbeda-beda, namun memiliki kesadaran yang sama untuk berperan sebagai lem untuk umat islam. Lem yang merekatkan antar organ, antar kelompok, antar unit sekaligus memfasilitasi komunikasi dan koordinasi diantara organ, kelompok dan unit ini. Individu-individu lem ini bekerja secara mandiri, terpisah-pisah, tidak saling mengenal, namun memiliki kemampuan deteksi yang serupa sehingga mampu (1) menangkap sinyal komunikasi, (2) melakukan interpretasi pesan dan situasi yang berkembang serta (3) menyusun rencana aksi yang personalized untuk situasi dan kondisi khas lingkungan sosial yang melingkupinya dirinya sendiri.
Hal ini berarti individu lem kita di produksi atau di kader oleh satu kurikulum dengan pabrikan yang sama, namun, memiliki kemampuan beroperasi secara mandiri dan otonom. Meski demikian untuk menjamin keseragaman pesan, tetap diperlukan suatu sistem sentralisasi yang “over the air” dan ini sudah tersedia, dalam pandangan saya yaitu via grup whatsapp atau sepupunya yang lain. Sudah pasti individu kita ini bukanlah aktor utama pemimpin umat atau juru bicara organisasi, bukan pula da’i kondang atau wakil rakyat serta selebriti dalam skala dan bentuk apapun. Lem umat islam ini tiada lain adalah sekadar seorang al-akh yang dalam istilah biologi bisa dianggap telah teraktivasi atau seorang activated al-akh (aa akhi)
Lalu bagaimana aa akhi kita beroperasi? seperti connexin, dia bertujuan memungkinkan proses koordinasi seketika. Pertama dia menerima informasi dari sentral grup lalu menyebarkan informasi yang tervalidasi keseluruh wilayah operasinya dan bila memungkinkan memberikan saran aksi atau membuat rencana aksi yang senada dengan organ dan komponen umat lainnya. Sehingga target minimal aa akhi kita adalah sosialisasi informasi, kemudian baru koordinasi aksi dan terakhir orkestrasi respon sebagai bentuk paling optimal.
Sistem ini memiliki kelemahan utama yaitu bila sentral informasi mengalami infiltrasi sehingga berpotensi digunakan untuk agenda-agenda disinformasi, agitasi dan provokasi, bila hal ini terjadi celaka dua belas kita semua. Menutupi kelemahan ini maka sentral informasi sebaiknya bukanlah sebuah command center melainkan discussion center dengan spektrum yang beragam agar setiap potensi disinformasi terungkap dan menjadi bahan pertimbangan. aa akhi kita sendiri haruslah seorang yang mampu berfikir mandiri dalam artian dia bukan seorang prajurit yang sekadar menerima komando, tapi lebih menyerupai perwira telik sandi yang baik dan cerdas. Seperti juga connexon yang dibentuk beberapa connexin, maka sepantasnya fungsi ini juga diperankan oleh beberapa aa akhi yang bekerjasama dan saling membantu.
Saya tidak yakin apakah celotehan ini berarti untuk anda, tapi, bagi penulis ide yang tumbuh membesar di dalam kepala harus dipindahkan segera dalam tulisan sebelum membuat isi kepala terasa sesak. demikian.
Sampai jumpa di kesempatan berikutnya