Kamis, 23 Oktober 2008

Resensi Philip Pullmann's Trilogy "His Dark Material"

Sudah lama sebenarnya membaca Buku yang pertama "Golden Compass", tapi baru pekan lalu berhasil menyempatkan diri membaca 2 buku lanjutannya "The Subtle Knife" dan "The Amber Spyglass". Trilogy ini termasuk jenis bacaan Fantasi, mungkin masih lanjutan dari efek Harry Potter, nevertheless saya sudah membacanya dan merasa indifferent.

Philip Pullmann bercerita tentang "Debu" dan Petualangan Lyra dalam dunia multidimensi. Sebuah fantasi lama yang mengatakan bahwa ada banyak dunia dalam alam semesta isi, dunia dengan dimensi yang berbeda. Seperti dalam film Jet Lee "The One", orang bisa melakukan perjalanan antar dimensi, antar dunia.

cerita dimulai dalam Dunia Lyra yang tidak jauh berbeda dengan dunia kita, perbedaannya adalah setiap manusia dalam dunia Lyra memiliki Daemon, bukan dalam artian demon seperti pada bahasa kita, tapi ia semacam jiwa, saat membaca buku-buku lanjutannya saya menyadari bahwa yang dimaksud adalah "suara hati" atau nurani kita yang mewujud dalam bentuk hewan tertentu. Pantalaimaon Daemon Lyra masih bisa berubah bentuk karena manusianya Lyra masih belum dewasa. dan tentu saja manusia dan daemonnya bisa berkomunikasi seringkali dalam dunia lyra kita bisa menerka karakter seseorang dengan melihat bentuk akhir dan perilaku daemonnya.

Bagaimana dengan Debu yang menjadi topik pembicaraan utama ? dijelaskan bahwa debu ternyata selalu berkumpul pada manusia, dan terutama pada konsentrasi yang tinggi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak, karena Debu nampaknya tertarik pada kesadaran atau kecerdasan, Intelegensia ! yang amat menarik adalah dan menjadi problem besar dalam cerita ini ada sebagian orang-termasuk lyra- yang dapat berkomunikasi dengan Debu, dengan kata lain Debu-pun berkesadaran.

Kompas emas Lyra atau alethiometer berfungsi menjawab pertanyaan, semua pertanyaan ! dan ia termasuk alat untuk berkomunikasi dengan Debu. Alat lain ditemukan oleh tokoh Dr Malone dalam "The Amber Spyglass" dari dunia kita yang meneliti Debu atau Materi Gelap ( Dark Matter ) yang mengisi ruang kosong di alam semesta.

Petualangan Lyra dipicu oleh permasalahan seputar Debu dan keinginannya untuk menyusul pamannya yang ternyata nanti diketahui tidak lain ternyata ayahnya sendiri. Ayahnya ini pergi ke dunia lain dengan tujuan untuk berperang.... Nah sampai sini fantasi Mr Pullmann bergerak semakin liar....Ayah lyra membangun aliansi antar dunia dengan satu tujuan yaitu memerangi Otoritas. Otoritas adalah Malaikat pertama yang dengan sewenang-wenang telah membangun kerajaan surga dan memaksa semua makhluk berkesadaran untuk tunduk padanya melalui peran Gereja.

dengan kata lain dalam fantasi Mr Pullmann Gereja selama ini menyembah Tuhan padahal disebaliknya Gereja menjadi kaki tangan Otoritas, dan saat ini otoritas telah berkuasa selama 33.000 tahun sejak manusia memilki kesadaran. lalu dimana Tuhan dalam dunia Fantasi ini, tidak begitu jelas, nampaknya dalam cerita iniTuhan sudah mati atau tidak berperan lagi.. sampai sini saya agak sedikit menyesal sudah membeli dan membaca buku ini karena tentunya pesan ini bukan pesan yang baik untuk dibaca oleh anak-anak.

Sudah jelas dalam cerita ini digambarkan perjuangan meraih kebebasan dengan menentang otoritas gereja, bahwa tuhan tidak berperan lagi, setelah menciptakan alam semesta ia hanay duduk berpaku tangan. semua ini adalah premis kaum liberal dan anti agama. Apalagi dalam kisah ini diceritakan bahwa Ayah Lyra dan sekutunya berhasil dan Otoritas serta anteknya kaum Gereja kalah. Terfikir oleh saya kisah ini tentunya di inspirasi oleh perjuangan kaum intelektual Eropa melawan dominasi dan konservatisme gereja katolik di Eropa pada abad pertengahan.

Alhasil ini adalah kisah yang membawa fantasi dan imajinasi kita membumbung tinggi menembus batas antar dunia dan masuk ke dunia malaikat, membicarakan urusan-urusan besar di alam semesta berpuncak pada peperangan besar antara aliansi manusia dan kerajaan tuhan palsu. Mudah sekali menikmati kisah ini asalkan kita waspada dengan implikasi cerita yang membawa pesan-pesan liberal.

Sebagai kesimpulan saya merekomendasikannya sebagai bacaan pelepas stress bagi pembaca dewasa dengan dasar aqidah yang baik dan wawasan memadai seputar peperangan pemikiran, tidak direkomendasikan untuk anak-anak apatah lagi untuk bacaan pengantar tidur.

Selasa, 21 Oktober 2008

Hak Dasar Kehayatan Sebuah Komentar

Beberapa hari yang lalu membaca tulisan yang amat menarik di Rubrik Resonansi harian republika, saya kutipkan di bawah, tulisan oleh Ahmad Tohari (kalau tidak salah) silahkan menyimak....

Ini keluhan seorang perempuan usia hampir 40 tahun dan belum menikah. Mungkin, keluhan itu sudah didengar oleh banyak orang sebelum akhirnya sampai ke telinga saya. Begini. perempuan itu menyesali dirinya mengapa belum juga bertemu jodoh. Padahal, dia sudah puluhan tahun mengharapkannya. Dalam keluhan itu, dia bilang bahwa dirinya sehat lahir batin, secara fisik tak kurang suatu apa, berpendidikan baik, masih punya orang tua lengkap, dan berpenghasilan tetap pula. "Saya memang punya penampilan biasa-biasa saja, tidak rupawan. Apakah ini penyebabnya?"

Saya dengar keluhan perempuan itu tidak hanya berhenti di sini. Dia, konon, juga mempertanyakan hak-hak dasar kehayatannya. Kurang lebihnya, dia bertanya, bila para perempuan bersuami bisa mendapat hak-hak dasar kehayatan mereka: punya anak, menyusui, dan seterusnya, sementara dia malah menderita dalam kesendirian. Siapa yang bertanggung jawab? Atau, kehidupan ini memang tidak adil?

Meskipun saya tidak mengenal langsung perempuan itu, keluhannya cukup lama menjadi bahan perenungan. Ya, rasanya keluhan panjang itu bisa dimengerti karena hak kehayatan dia sama dengan perempuan lain yang berumah tangga. Lain halnya bila perempuan itu dengan sukarela melepaskan hak-hak dasarnya tadi. Dan, perempuan (juga lelaki) yang seperti ini pasti amat sedikit jumlahnya. Belum lagi, bila diingat, menikah adalah sunah Nabi.Saya makin tercenung ketika mendengar bahwa perempuan itu melanjutkan keluhannya dengan bertanya, mengapa nilai-nilai agama dan budaya bisa menghambat dirinya mendapat hak-hak dasar kehayatan?

Pertanyaan terakhir ini amat menohok. Dan, saya berharap bukan hanya saya yang merasakan tohokan itu. Sebab, terasa ada kebenaran dalam keluhan perempuan itu. Bahkan, tohokan itu juga menuding kita yang telah mengabaikan 'kefakiran' serius yang sedang diderita oleh seorang Muslimah seperti dia.

Ambillah pengandaian bila perempuan tadi terpaksa menempuh caranya sendiri untuk mendapatkan hak-hak dasar kehayatan itu. Maka, kita paling-paling akan mengutuknya. Dan, kita tidak sadar telah bersalah mengabaikan kefakiran dia, yakni kefakiran yang bisa melebihi seriusnya kelaparan fisik. Bahkan, kefakiran jenis ini bukan monopoli perempuan. Tidak sedikit lelaki dewasa di sekitar kita yang telah cukup syarat, namun karena suatu hal, dia terhambat untuk menikah. Dan, lagi-lagi, bila lelaki itu suka ngeluyur, kita pun hanya akan mengutuknya.

Uraian ini sudah jelas arahnya. Yakni, pertanyaan mengapa kita kurang perhatian terhadap sesama yang menderita kefakiran akibat tidak terwujudnya hak-hak dasar biologis mereka? Bila kefakiran dalam hal materi sudah mendapat perhatian, mengapa kefakiran jenis terakhir ini diabaikan?

Saya kira, sudah saatnya kita membangun kesadaran terhadap kefakiran yang nyata dan lumayan masif ini di tengah kita. Maka, diharapkan kelompok-kelompok pengajian, lembaga masjid, dan organisasi-organisasi keagamaan yang besar segera bertindak. Dalam ukuran kecil pun, setiap pribadi Muslim atau Muslimah bisa menjadi mak comblang, menolong "orang-orang fakir" ini, membantu teman atau saudara menemukan jodoh. Saya percaya, menolong si fakir jenis ini pahalanya tidak kalah besar dengan menolong fakir lapar.

NU dan Muhammadiyah jangan biarkan warganya terpaksa mengiklankan diri di koran untuk mencari jodoh. Bahkan, lebih baik lagi bila biro jodoh, atau apalah namanya, milik NU dan Muhammadiyah bisa membantu siapa saja untuk mendapat hak-hak dasar kehayatan secara sah dan benar. Dengan demikian, tidak ada lagi keluhan bahwa dalam hal mendapat hak-hak dasar kehayatan, kehidupan ini tidak adil. Juga, tidak ada lagi pertanyaan yang sangat menyengat, mengapa nilai-nilai budaya dan agama bisa menghambat orang untuk memperoleh hak-hak dasar kehayatan.

Saya kira kita banyak melihat kasus seperti perempuan diatas, mungkin keluarga dan famili kita sendiri atau teman-teman disekitar kita, ini adalah masalah yang nyata. Menarik sekali bagi saya bahwa ternyata tidak kita sadari bahwa setiap manusia juga berhak menjalani hidup yang penuh - living a full life a marriage life- selain memiliki hak untuk hidup dan hak-hak reproduksi yang banyak di bicarakan.

hak untuk sebuah kehidupan dengan pasangannya dalam sebuah ikatan pernikahan, hak untuk mengandung seorang anak bagi sang istri dan hak untuk menimang dan membesarkan anak mereka. hak yang mungkin terabaikan karena kehidupan pernikahan dalam peradaban barat saat ini sudah amat menyedihkan. memang hak ini tidak otomatis akan membawa kebahagiaan bila seandainya terpenuhi, sebagian bahkan menyadari bahwa dirinya berpotensi menghadapi penderitaan seumur hidup, namun ia juga memiliki kesempatan yang sama mendapat kebahagiaan seperti menjalani kehidupan itu sendiri yang kata orang- seperti di meja Roulette.

Sebagian individu yang belum mendapatkan haknya ini selama banyak menyandarkan nasibnya ini pada ketentuan Sang Pencipta yang mana memang menguasai urusan perjodohan ini. Saya yakin pasti mereka sudah berusaha semampu mereka dan dalam usaha ini pun mereka dibatasi aturan-aturan syariat yang mengatur hubungan dan pergaulan antara lelaki dan perempuan, sebagian ada yang mengabaikan aturan syariat ini karena ketidaktahuan atau semata kesombongan belaka namun pada dasarnya mereka merasakan hal yang sama yaitu dorongan fitrah mencari pasangannya masing-masing.

yang jelas saya sepakat dengan kutipan diatas bahwa sejatinya belum terpenuhinya hak dasar kehayatan pada anggota masyarakat adalah tanggung jawab masyarakat, bukan sekedar tanggung jawab individu tersebut semata, semakin dimengerti bahwa kebiasaan orang tua zaman dahulu yang menjodohkan anaknya bukanlah kesewenang-wenangan namun bagian dari kebijaksanaan dalam kehidupan. Kita sebagai orang tua dan sebagai anggota masyarakat harus berusaha menjadi jalan terciptanya perjodohan yang dinanti-nantikan, bukan kah itu rezeki juga, mereka mendapatkannya karena pintu-pintu dan keran-keran rezeki yang kita buka.

mencarikan jodoh yang baik untuk anak kita, berpedoman pada sunnah rasul saat ada lelaki yang datang melamar, meringankan mahar, menyederhanakan prosesi pernikahan dan banyak lagi yang bisa kita lakukan. di lain pihak mereka yang saat ini masih mencari pasangannya agar menggunakan standar rasul dalam hal ini lihatlah agamanya dahulu sebelum yang lain, dan jangan terjebak pada aspek fisik semata, kebetulan saya habis nonton film "Mongol" ternyata bagi suku-suku mongol istri yang ideal bukan lah yang berkulit putih, ramping dst tapi yang kakinya besar, wajahnya bulat dst, intinya semua standar fisik ini adalah semu, standar yang kita pakai sekarang semata adalah cara pandang peradaban barat yang sedang dominan dalam kehidupan kita saat ini.

Banyak anak muda sekarang juga sedemikian mengagungkan Cinta, mereka mencari cinta sejatinya atau soul mate-nya, alhasil mereka terlambat menikah bahkan menghalangi tepenuhinya hak dasar orang lain. saya katakan pada mereka cinta jangan dicari, tapi ciptakan cinta dalam kehidupan anda, ini hanya bisa dilakukan bila anda percaya cinta sejati hanya milik Allah swt semata, dan Allah pun akan melihat cinta yang anda upayakan tersebut dan InsyaAllah memberkahinya dengan segala kebaikan di dunia yang sesaat dan membalasnya dengan Syurga di akhirat yang abadi

Ada kebiasaan lain yang juga menghambat terpenuhinya hak tersebut, opini anti poligami ! Ibu-Ibu yang telah bersuami tentunya mudah saja mengambil opini ini, namun penolakan dan kampaye yang masif terhadap opini ini sudah menciptakan dinding sosial, dan pelanggarnya akan menjadi bulan-bulanan masyakarat.

ah saya sudah bicara panjang lebar, terakhir memang sudah seharusnya dan menjadi tanggung jawab pula agar setiap keluarga, organisasi agama dan organ masyarakat lainnya menjadikan masalah ini sebagai salah satu fokus programnya, karena bersamaan dengan terabaikannya satu hak maka kita telah menbiarkan terjadinya satu kezaliman yang lain.

Jumat, 10 Oktober 2008

Kebobrokan Peradaban Barat

Jumat, 10 Okt 2008 13:34

Tidak diragukan lagi bahwa kejadian besar yang menimpa umat Islam mendorong kita untuk selalu merenung tentang keadaan dan apa yang menimpa mereka dari pergantian hari dan tipu daya malam.

Taujih Ustadz Mahdi 'Akif
Mursyid 'Aam Ikhwanul Muslimin

Dengan nama Allah, Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam bagi Rasulullah dan orang-orang yang mengikutinya, amma ba’du.

Tidak diragukan lagi bahwa kejadian besar yang menimpa umat Islam mendorong kita untuk selalu merenung tentang keadaan dan apa yang menimpa mereka dari pergantian hari dan tipu daya malam. Dulu, mereka berpegang teguh pada agamanya. Merekalah umat yang luhur, dimana tentara mereka dapat berdiri tegak di hadapan pasukan musuh yang melampaui batas, yang terbesar pada masa itu.

Mereka mengatakan “Sesungguhnya Allah mengutus kami untuk mengeluarkan umat ini dari penyembahan kepada hamba sahaya menuju penyembahan kepada Allah Ta’ala yang satu. Mengeluarkan manusia dari kezaliman berbagai agama kepada keadilan Islam. Membebaskan manusia dari sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan akhirat.”

Begitupun para penggantinya, pernah menyampaikan dengan penuh percaya diri kepada awan yang berhembus di udara, “Turunkanlah hujan sekehendakmu, maka pastilah curahanmu akan menimpaku.” Salah satu pemimpinnya menceburkan kudanya ke lepas pantai, dimana berakhirlah satu bidang bumi di hadapan matanya, lalu ia berkata, “Demi Allah, seandainya aku tahu bahwa di belakangmu ada daratan dimana orang mengkafirkan Allah, pastilah aku akan memeranginya di jalan Allah.”

Maka (seolah-olah) bumi dilipatkan untuk mereka, semua kesulitan dimudahkan, dan tegaklah hukum keadilan dimana mereka berada. Dan (saat itu) tidak ada orang merdeka yang diperbudak di tanah mereka, juga tidak ada orang yang dizalimi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (pernah) berdiri untuk jenazah orang Yahudi yang lewat di depan mereka seraya berkata, “Bukankan ia juga manusia?”

Dan khalifah mereka, Al-Faruq, pernah menyuruh seorang Nashrani dari mesir untuk meng-qishash anak dari gubernur mereka seraya berkata, “Sesungguhnya, seorang anak tidak memukul kecuali dengan kekuasaan ayahnya.” Kemudian beliau mengatakan sesuatu yang kekal (dalam ingatan) hingga sekarang, “Ya ‘Amr, sejak kapan kamu memperbudak manusia, sedangkan ibu-ibu mereka telah melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?”

Peradaban yang Manusiawi
Hampir berlalu satu atau dua generasi, hingga Islam menjadi sebuah ”butik peradaban” yang memiliki bangunan canggih. Di dalamnya menyatu berbagai penghasilan alam. Maka muncullah dari golongan ahli hadits Imam Bukhari, Muslim An-Nîsâbûrî, Abu Dawud as-Sajastanî, dan An-Nasai. Begitu juga Ibnu Hambali Al’Arabi Asy-Syibani. Dan dari golongan ahli tafsir diantaranya Ath-Thabari dan Qurthubi. Begitu juga Ibnu Katsir, Al-Arabi Al-Qurasyiyyi. Kemudian dari ilmu kedokteran dan filsafat diantaranya Ar-Raazi, Ash-Shaby, Ibnu Rusyd Al-Andalusy.

Mereka mengangkat syi’ar: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat: 13). Mereka juga mempunyai seruan: “Tidak ada keutamaan orang Arab atas orang asing kecuali dengan ketaqwaan.”
Zaman silih berganti, dan setiap sesuatu kalau tidak sempurna pasti ada kekurangan. Faktor kelemahan menghinggapi umat Islam dari sisi internal, juga faktor tekanan yang terus menerus dari sisi eksternal. Dan bergoncanglah martabat Islam dalam diri umat ini dan pimpinannya. Tentaranya rapuh dan perlawanannya luluh serta musuh-musuh punya pengaruh dari segala sisi. Benarlah apa yang difirmankan Allah Ta’ala: “Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya" (QS. Al-Kahfi: 20).

Perang Salib
Penjajah bangsa barat kemudian menancapkan cakarnya, dari Turkistan timur, Filiphina dan Indonesia dari sisi sebelah timur sampai negeri Spanyol dari sisi barat. Dan dari Eropa tengah di sisi utara sampai Afrika di sisi selatan.

Semuanya dalam satu serangan yang dilancarkan kepada mereka dan menewaskan jutaan kaum muslimin. Hasil-hasil bumi mereka dirampas secara rapi dan budi pekerti anak bangsa mereka dihancurkan dengan sengaja. Di antara mereka terdapat jarak antara sebab-sebab munculnya kekuatan dan faktor-faktor kebangkitan.

Orang-orang dari pasukan Italia meneriakkan seruan yang bergemuruh setelah menggempur Libia: “Wahai ibu, janganlah engkau menangis, tapi tertawalah dan berharaplah, sungguh aku akan pergi ke Tripoli dengan perasaan riang gembira. Aku akan tumpahkan darahku untuk membinasakan umat! Untuk memerangi Islam dan aku akan memerangi dengan sepenuh kekuatanku untuk menghancurkan al-Qur’an.”

Orang-orang dari pasukan Inggris meneriakkan seruan seniornya, Gladiston yang mengatakan dengan penuh congkak: “Wajib untuk menghilangkan al-Qur’an.” Mereka juga melihat pimpinannya, Lord Lamby memasuki Al-Quds pada perang dunia pertama seraya berseru: “Hari ini Perang Salib telah usai.” Jenderal Prancis, Ghoro menendang makam Shalahuddin di Syiria, lalu mengatakan, “Kami datang kembali, wahai Shalahuddin.”

Setelah itu, warga dunia dikejutkan dengan kejadian yang dilakukan Serbia dan Kroasia terhadap muslim Bosnia… lima puluh ribu muslimah telah ternodai kehormatannya di hadapan mata dan telinga orang-orang Eropa dan Amerika dan juga pasukan PBB. Mereka dihamili oleh janin-janin anjing yang terlaknat! Sungguh tidak hanya mereka yang dicela dan dibenci, seharusnya kita mencela diri kita sendiri dan kelemahan kita.

Bobroknya Peradaban Barat
Kita tidak bersikap apriori dengan semua peradaban barat. Bahkan, kita mengakui apa-apa yang telah mereka persembahkan untuk kemajuan dunia dalam hal sains dan teknologi serta kebangkitan dalam ilmu pengetahuan, seni, politik dan sosial.

Bagaimana kita memungkiri itu semua, padahal kita adalah anak dari sebuah peradaban dimana Al-Qur’an mengatakan: “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Maidah: 8)

Akan tetapi, pada waktu yang bersamaan kita membenci kelalaian, karena hal itu akan membuat kemurkaan Allah. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al-A’raf: 179). Kita benci, Allah melihat kita termasuk bagian dari orang-orang yang lalai dimana mereka tidak mengenal musuh daripada teman.

Sungguh kita telah melihat benih-benih permusuhan atas diri umat Islam berdiri tegak di atas pondasi yang kokoh. Kita juga melihat hati-hati mereka terbakar oleh kedengkian, yang digerakkan oleh dongeng-dongeng sesat. Mereka jadikan dongeng itu sebagai agama hingga salah seorang senior mereka mengatakan, sesungguhnya Tuhan telah menurunkan wahyu untuk menggempur Irak dan merobohkan sistem peradilannya. Mereka mengatakan dengan lantang bahwa perang terhadap umat Islam adalah perang salib.

Kita telah mengetahui dengan sebenar-benarnya bahwa peradaban Eropa dan Amerika tidak ada kaitannya dengan agama masehi yang dibawa oleh Utusan Allah, Nabi Isa ‘Alaihis Salam.

Agama ini berdiri atas dasar toleransi dan cinta kasih. Kita sepakat apa yang pernah dikatakan Welez, pengarang kitab ‘Ma’alim fi Tarikh al-Insaniyyah (Petunjuk-petunjuk dalam Sejarah Manusia), penulis mengatakan: “Sesungguhnya bangsa Eropa telah terbiasa sejak lama menjadikan ajaran-ajaran Yesus Sang Penyelamat sebagai penghalang yang kuat.

Sejak Eropa masuk ke dalam era kebangkitan, mereka memutuskan untuk menjadikan agama dan gereja dalam kehidupan mereka tempat yang sejauh-jauhnya. Mereka memisahkan agama dari kehidupan dunia. Akan tetapi kita mendapatkan sekarang, agama menjadi tunduk kepada hawa nafsu mereka dalam kecongkakan dan keterpaksaan, seperti yang kita lihat. Mereka jadikan agama palsu itu lebih buruk dari apa yang diperkirakan yaitu kefanatikan yang terkutuk, dimana mereka tidak mengindahkan ajaran-ajaran langit lagi.

Kita mengetahui bahwa di barat banyak cendikiawan. Mereka tidak rela apa-apa yang berubah dari alam ini karena pengaruh peradaban mereka. Permusuhan ini membuat perasaan mereka tidak dapat tidur di alam ini, karena ulah siasat mereka.

Sesungguhnya 94 persen penghasilan dunia datang dari negara industri mereka dan 75 persen investasi dunia mengarah ke negara-negara mereka. Kekayaan alam berada pada segelintir orang-orang kaya. Dua ratus orang di negara mereka memiliki harta sebanyak 1 Milyar Dollar, sedangkan 582 juta orang di 43 negara-negara berkembang hanya memiliki 146 juta Dollar.
Satu juta orang yang hidup di negara-negara berkembang tidak memiliki cadangan air minum yang baik dan 43 juta manusia mengidap penyakit aids, buah dari eksperimen mereka.

Mereka mengeluarkan kekayaan alam untuk pembuatan senjata dan hal-hal lain yang berlebihan. Disamping itu, terdapat 73 juta penduduk arab hidup berada di bawah garis kemiskinan dan 15 juta orang pengangguran.

Apakah ini semua hasil dari peradaban mereka yang sekarang memimpin dunia, yang bisa membuat hidup ini abadi? Atau hal tersebut merupakan peringatan akan sebuah kehancuran bila tidak mengikuti pendapat para cendikiawan? Perhatikanlah, kehancuran Barat sudah di depan mata.

Makna Kemajuan Peradaban
Peradaban bukan sekadar kemajuan dari segi materi saja, akan tetapi ia adalah kemajuan dari segi materi yang berdiri berlandaskan asas-asas keruhanian dan akhlak yang luhur, serta nilai kemanusiaan yang agung.

Peradaban bukan terbatas pada perkembangan kota saja, akan tetapi merupakan sebuah anugerah umat dari segala sisi, baik materi maupun etika. Dan nilainya dilihat dari kebaikan manusia yang ada.

Benar apa yang difirmankan Allah Ta’ala kepada umat Islam: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS. Ali Imran: 110) dan firman Allah: “Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi" (QS. Ar-Ra’du: 17).

Wahai Umat Islam!
Sesungguhnya putera-puteri kalian dituntut untuk memikirkan masalah ini lebih dari yang pernah dilakukan pada masa lalu. Mereka harus mengetahui kebutuhan manusia dan urgensi misi dakwah yang mereka emban serta peradaban yang mereka agungkan. Sesungguhnya semangat tinggi yang digelorakan pemuda-pemuda kita di hadapan agresi Barat dan Zionis-AS akan membangkitkan umat ini dari tidur panjangnya dan memperingatkan mereka dari tipu daya dan bualannya.

Sesungguhnya kita berada pada puncak sejarah yang dapat melumpuhkan peradaban yang penuh paksaan, perbudakan, kezaliman dan kecongkakan untuk memberikan tempat bagi peradaban yang lebih adil dan manusiawi.

Allah Ta’ala berfirman: “Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya". (QS. Yusuf: 21)

Shalawat dan salam Allah serta keberkahan atas diri Nabi Muhammad dan keluarganya serta sahabatnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.