Sabtu, 05 Mei 2012

Africanis : A Dog Story

Salah satu Novel best seller internasional pertama yang saya baca adalah The Fourth Protocol oleh Frederick Forsyth, belakangan saya lihat juga sudah ada filmnya. Karakter utama novel ini adalah seorang agen MI5--ini adalah dinas intelijen Inggris yang bertugas di bidang kontraintelijen--saya sudah lupa namanya, tapi diakhir cerita koleganya dari dinas intelijen Afrika Selatan membandingkannya dengan anjing lokal Afrika Selatan yang dikenal saat ini sebagai Africanis.

Sejak lama saya merasa ada makna lebih yang dimaksudkan oleh penulis dengan menggunakan analogi africanis ini. Baru-baru ini saya tiba-tiba teringat kembali bagaimana Mr. Forsyth merangkai cerita dibalik hidup Jan Marais dan bagaimana perwira intelijen inggris kita mampu mengendus kebenaran dan membuktikannya. Saya teringat lagi akibat kemenangan kecil di laboratorium kemarin, keberhasilan yang sudah saya incar sejak setahun lalu. Hanya soal kesempatan, waktu, dan kesabaran.

Cerita dari NUS : Laboratorium In Vitro Elektrofisiologi

Patch Clamp Rig
Saya suka travelling, terutama yang mengandung unsur petualangan. Petualangan tidak berarti harus rimba dan gunung, tapi juga tempat asing seperti Singapura. Saya datang kesini untuk belajar, gratis, dimungkinkan atas nama solidaritas sesama kolega. Saya tidak akan menceritakan keajaiban singapura dengan "pristine district-nya", tapi saya akan sebut satu dua hal yang cukup membuat saya terheran.

Pertama adalah tombol untuk penyebrang jalan yang ada di tiang lampu lalu lintas, waktu kecil tentu kita pernah lihat juga di Jakarta, saya agak takjub aja di sini teryata berfungsi :) ironis ya...Kedua yang tak kalah ironis adalah jadwal bus dan papan nomor bus yang terpampang di halte, ini juga berfungsi dengan baik :)...bagi saya sisanya adalah cerita keseimbangan...modernitas dan keteraturan di satu sisi dan hilangnya budaya malu dan kehangatan.