Membeli rumah, apalagi rumah pertama, tentu satu hal yang mau tidak mau di alami setiap pasangan. Saya dan istri mengalaminya akhir tahun lalu. Pertama kami sangat berhutang pada blogger lain yang menuliskan pengalamannya dan sering kali menjadi acuan buat kami berdua. Tulisan ini juga bukan berarti kami pakar dalam hal ini dan dapat menjadi rujukan. Pertama kami mulai dengan mencari rumah dari iklan di internet, brosur, spanduk, pameran, setelah sekian lama mencari kami memutuskan untuk akhirnya mengunjungi beberapa lokasi perumahan, tepatnya 3 lokasi yang kami kunjungi.
Tempat pertama adalah perumahan muslim di daerah depok. Kami mengunjungi site pembangunan sambil menghitung waktu yang dibutuhkan dengan moda transportasi umum (kereta + ojek). Akses juga menjadi salah satu pertimbangan kami. Perumahan ini dilalui oleh angkot meski saat kami membuktikannya dalam setengah jam hanya 1 mobil yang lewat :) Harga rumah, model rumah dan pertimbangan lainnya langsung terbang melayang dan kami pulang hampir-hampir kapok.
Saat ini rumah yang kami beli dan sedang kami cicil saat ini justru berada di perumahan tersebut. Aneh sekali bukan? cerita saya pada akhirnya akan sampai kesana tapi saya gatal ingin menekankan poin ini bahwa membeli rumah itu memang "jodoh-jodohan"
Meneruskan cerita, pada kesempatan berikutnya kami mendatangi perumahan kedua di daerah bogor sekitar stasiun cilebut. Oya, kami mencari rumah yang dapat diakses dari stasiun kereta, itu berarti pencarian kami dilakukan sepanjang jalur depok-bogor. Perumahan ini kecil dengan akses yang cukup memadai, harga terjangkau kantong, akan tetapi yang menjadi ganjalan adalah skema diskon uang muka yang cukup besar. Kami saat itu berusaha memahami prosedur perbankan dan aturan hukum yang berlaku dan sepanjang pengetahuan kami modus diskon uang muka ini agak sulit dipercaya. Saya tidak jelaskan detail, pada intinya kami menemukan distrust terhadap pengembang perumahan ini. Marketing yang menawarkan perumahan ini juga tidak berasal dari perusahaan yang sama dengan pengembang menambah distrust lebih dalam lagi.
Perumahan ketiga masih di jalur depok-bogor kami dapatkan dari pameran di jakarta. Kami mengunjungi site tersebut pada hari yang sama setelah dari pameran. Hal ini membuktikan aksesnya yang memadai, harga yang terjangkau bahkan kami berfikir untuk ambil 2 sekaligus. Kami sudah membayar booking untuk dua rumah sekaligus. Intinya kesan kami sangat baik untuk perumahan ini dan juga ternyata tidak jauh dari perumahan kakak kami yang memang dari pengembang yang sama. satu hal yang mengganjal adalah adanya SUTET yang melintasi perumahan ini. Akhirnya kami membatalkan untuk membeli perumahan ini.
Setelah itu kami meluaskan pencarian termasuk rumah-rumah second. Satu rumah saat itu menjadi incaran kami, karena lokasinya yang sangat dekat dan sangat strategis, cocok sekali untuk usaha meski tidak terlalu luas. Kendalanya adalah status tanah tersebut yang meski sudah SHM namum dulunya adalah tanah kategori fasum/fasos dan saat itu disekitar rumah tersebut pemerintah sedang membangun taman-taman kota. Hal ini menjadi kekhawatiran, masa iya baru punya rumah nanti langsung digusur pemda.
Saya kemudian mendatangi tata kota dan dinas pertamanan yang hasil akhirnya adalah tidak ada jaminan tanah tersebut tidak dimasukkan dalam proyek pemda karena mereka sendiri mengetahui lokasinya yang sebelumnya adalah tanah fasos/fasum. Enggan berurusan dengan pemda kalau nanti perlu legal action maka kami pun mundur.
Nah, setelah saat itu kami pun menurunkan ekspektasi dan mencari kontrakan saja, saat itu niat kami sudah bulat untuk pindah dari rumah yang sekarang kami tumpangi. Alhamdulillah dapat rumah yang cocok dekat sekolah anak-anak dan cukup luas dengan harga yang terjangkau. Uang muka dibayarkan dan kami sudah mengumumkan untuk pindah rumah akhir tahun ini.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar